Telah menjadi tekadnya, hidup dan matinya akan ia berikan bagi
kecintaannya terhadap bela diri. Menjadi juara karate selama dua belas
tahun berturut-turut, adalah bukti bahwa Advent Bangun sangat serius
menekuni olahraga tersebut. Bahkan keahliannya dalam bidang bela diri
ini membawanya melanglang buana dalam dunia film laga, dirinya mencatat
telah membintangi 60 film.
“Dulu.. Tuhan saya itu karate,” demikian ungkap pria yang bernama lengkap Thomas Advent Bangun ini.
Awal ketertarikan Advent kepada karate bermula dari pengalaman traumatis yang menghantuinya.
Suatu malam, Advent Bangun pulang bersama dengan kakak perempuannya
melewati sebuah bioskop. Di pinggir bioskop itu banyak anak-anak muda
yang sedang berkumpul sambil minum-minuman keras.
“Mereka lihat kakak saya, dipikir perempuan nakal. Karena diganggu,
saya lawan. Saya langsung dipukulin sama sekitar 30an orang. Saya
dihajar sama 30 orang itu, rasanya seperti slow motion semua. Sampai
ada yang ambil pisau, saya mau ditikam tapi saya bisa loncat ke
belakang seperti salto gitu.” Advent bangun yang tidak berdaya di hajar
oleh massa terus meronta, dan ketika bisa lepas dari mereka ia segera
lari sekencang mungkin. Kejadian itu menyisakan rasa sakit dan dendam
di hati Advent.
Hingga ia suatu saat ia melihat sebuah latihan karate, dimana mereka
dengan tangan kosong mampu menghancurkan es balok dan papan, timbul
keyakinan dalam hatinya, “Kalau saya latihan seperti itu, 100 orang
juga bisa dibabat.”
Ia pun mendaftar untuk ikut latihan karate itu. Dendam dan rasa
sakit dihatinya, membuat dirinya berlatih ekstra keras, “Kalau orang
latihan sejam, saya dua jam. Kalau yang lain latihan dua jam, saya
empat jam. Saya ngga mau kalah sama orang, saya harus the best..!”
Dendam dalam hati Advent, dilampiaskannya sewaktu bertarung. Jika
belum membuat lawan babak belur, ia belum merasakan kepuasan. Sakit
hati yang begitu dalam itu dikarenakan apa yang ia alami sewaktu kecil.
Saat itu, kakak kecilnya menganiayanya dengan begitu kejam.
“Saya ditarik ke sungai, sungainya dangkal, dan saya di injak-injak
disitu. Saya banyak minum air waktu itu, sudah hampir mati, tapi untung
ada orang yang lihat. ‘Woi.. itu Advent Bangun mau dibunuh sama
abangnya!!’ Semua orang datang dan akhirnya abang saya lari.”
Setiap pertandingan, menjadi ajang pelampiasan dendam baginya. Satu
hal yang ia inginkan, juara. Advent tidak mau membagi posisi puncak di
dunia karate dengan siapapun.
“Begitu dimulai, kaki kanan saya itu seperti punya mata. Begitu
jaraknya sesuai, dia otomatis keluar. Waktu itu saya seperti marah.
Setiap saya bisa melampiaskannya, saya merasa puas. Puas banget! Dan
orang semakin takut sama saya, sampai saya dapat gelar ‘dokter gigi’
karena saya hobinya bikin gigi rontok.”
Begitu dikuasai oleh amarah dan dendamnya, sifat keras Advent Bangun ini terbawa dalam kehidupan rumah tangganya.
“Sesudah menikah, saya kaget karena saya mengenal dia tidak cukup
lama. Hanya selama enam bulan. Selama saya mengenal itu, saya lihat dia
bisa sabar menunggu saya pulang kantor. Ternyata tidak sepenuhnya
seperti itu. (Sesudah menikah) waktu pergi ke mall atau ke super
market, rupanya dia menunggu saya kelamaan. Saya dateng, dia langsung
marah, dan langsung banting pintu,” ungkap istri Advent, Louis
Sulingga.
Bukan hanya tidak sabar, Advent ternyata juga pria pencemburu. Jika
istrinya pulang tidak tepat waktu, maka sang istri akan menerima luapan
amarahnya. Louis sempat merasa menyesal telah menikahi pria yang
ditolak oleh kedua orangtuanya tersebut.
“Saya merasa kok rumah tangga saya seperti ini. Saya berdoa, ‘Tuhan
tolong saya, kalau semua ini terjadi karena kesalahan saya, karena
dosa-dosa saya, saya minta ampun. Saya mau bertobat, saya mau kembali
sama Tuhan. Tuhan Yesus tolong saya. Pulihkan rumah tangga saya, buka
jalan bagi hidup saya,’” demikian Louis kembali berharap pada Tuhan
agar dapat memulihkan kehidupan rumah tangganya.
Menghadapi Advent yang temperamental dan keras, Louis seperti tidak
berdaya. Apalagi ketika Advent tidak senang dengan gereja yang
dikunjungi oleh Louis.
“Kalau kamu kegereja itu lagi, awas kamu! Saya hajar kamu! Apa itu,
lompat-lompat, nyanyi-nyanyi, muji-muji! Gereja apaan itu! Sesat itu!”
demikian Advent mencerca istrinya. Karena istrinya memilih gereja yang
tidak sesuai dengan keinginan hatinya, Advent tidak mau sekamar lagi
dengannya selama satu tahun.
“Jijik.. marah..” Advent menceritakan perasaannya kala itu.
Louis hanya bisa berlari ke kamarnya dan menangis kepada Tuhan. Ia
memohon kepada Tuhan agar terus diberikan kekuatan untuk mengasihi
Advent. Cintanya pada Tuhan, mengalahkan rasa takut Louis kepada
Advent, entah mendapat kekuatan dari mana, Louis membuat keputusan yang
sangat berani. Ia mengatakan dengan jujur kepada Advent bahwa dirinya
ingin dibabtis selam.
“Itu mau meledak rasanya,” ungkap Advent. Wajahnya memerah, dan dia
hanya bisa menatap istrinya sambil menahan amarah. Namun sungguh ajaib,
yang terlontar dari mulutnya adalah, “Ya udah, aku anterin kamu.”
Benar, seperti yang dikatakannya. Advent mengatarkan istrinya untuk
dibabtis selam. Saat mengikuti ibadah sebelum acara pembabtisan itu,
sesuatu terjadi dalam hidup Advent.
“Hamba Tuhan itu mengkotbahkan tentang kuduslah kamu sebab aku
kudus. Ada dua ayat, yaitu 1 Petrus 1:16 dan Ibrani 12:14, Berusahalah
hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa
kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Firman itu keras,
seperti saya kena tendangan di dada saya. Kedua firman itu membuat saya
menangis, saya terlalu banyak marah, dendam, benci pada semua orang.
Jadi disitu saya seperti tertemplak, seperti ditampar..”
Advent yang malu menangis di depan orang lain, berseru kepada Tuhan
di balik sebuah tiang gereja itu. Dia benar-benar menyadari bahwa
dirinya memerlukan Tuhan untuk mengubah hidupnya. Sepulangnya dari
pembabtisan istrinya, dia bicara empat mata dengan Louis, “Mah, saya
mau pelepasan dan saya mau dibabtis.”
Namun setelah memutuskan untuk bertobat, proses yang harus dijalani
Advent tidaklah mudah. Apa lagi saat ia diperingatkan oleh istrinya
tentang kebanggaannya pada semua pialanya, hal itu membuat Advent
berang. Tiga hari ia mendiamkan istrinya, Advent merenung dan matanya
tertuju pada sebuah ayat.
“Saya lagi baca firman, Filipi 3:7-8, saya sangat kaget membaca
firman itu: Semua ku anggap rugi setelah pengenalan akan Kristus. Semua
ku anggap sampah. Yesus lebih mulia dari segala-galanya.”
Setelah perenungan yang dalam akan ayat tersebut, Advent sadar bahwa
dirinya telah terikat dengan semua piala dan kesombongannya. Ia
menyingkirkan semua piala-pialanya dan mengucapkan selamat tinggal
kepada kesombongan. Sejak itu Thomas Advent Bangun memutuskan hubungan
dengan dunia karate. Karate bukan lagi Tuhan dalam hidup Advent, dia
memilih Yesus yang menjadi penguasa tunggal atas kehidupannya. (Kisah ini ditayangkan 22 Juni 2011 dalam acara Solusi Life di O’Channel).
Sumber Kesaksian:
Thomas Advent Bangun (jawaban.com)
artikel kami
@ Bom solo ajar kami untuk mengasihi
@ 8 jam di surga
@ dewa-dewa saya kalah
@ kesaksian saudara sharafuddin (blog artikel nya !)
@ kecanduan seks dan cinta buta yang menghancurkan
@ Pengakuan Obama mengapa saya Kristen
@ Bangso BATAK keturunan ISRAEL yang hilang!!! benarkah??
@ Menunggu Mujizat 10 Tahun
@ Terjebak Pergaulan Bebas dengan pria asing
@ Tuhan Saya Itu Karate
@ 8 jam di surga
@ dewa-dewa saya kalah
@ kesaksian saudara sharafuddin (blog artikel nya !)
@ kecanduan seks dan cinta buta yang menghancurkan
@ Pengakuan Obama mengapa saya Kristen
@ Bangso BATAK keturunan ISRAEL yang hilang!!! benarkah??
@ Menunggu Mujizat 10 Tahun
@ Terjebak Pergaulan Bebas dengan pria asing
@ Tuhan Saya Itu Karate
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda untuk artikel terkait